30 Mei 2011

Modus Penjajahan Baru, Upaya Membunuh Kapitalisme

Oleh : Suroto

Karena kita semua kini adalah kaum kapitalis. Bukan begitu ?
Maka hari-hari ini dimana telah tarjadi kemengan pasar atas Negara
Dianggap suatu hal yang sudah semestinya. (THE ECONOMIST, 20 September 1997)

Indonesia Merdeka dan Tata Baru Dunia

Enam puluh satu tahun Indonesia mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang merdeka. Semboyan merdeka atau mati megambarkan semangat yang berkobar-kobar di hati untuk sebuah perjuangan melawan penjajah (imperalis). Namun apa boleh dikata, hakekat kemerdekaan yang sesunguhnya adalah refleksi dari keinginan untuk bebas dari pembodohan, pemerasan, rasa ketakutan, penindasan, ketidakadilan dan dominasi masih saja menghantui sebagian besar warga bangsa ini. Sebagian lagi elit terdidiknya melakukan penghianatan intelektual, menjadi agen bagian kepentingan neo-liberalisme, neo-kapitalisme, neo-imperialisme.


Secara kasat mata memang, kita tidak lagi melihat serdadu Belanda atau Jepang berkonvoi menghardik-hardik. Penjajah berubah menjadi iklan sabun mandi dan karya cendikia yang di bengkokkan otaknya. Berbagai jebakan-jebakan nyata yang diseut sebagai dunia pasar bebas (free trade area) muncul seperti AFTA, NAFTA. Trimantra mereka seperti deregulasi, privatisasi dan liiberalisasi menghembus kencang melalui agen-agen mereka seperti World Bank, IMF dan WTO. Pasar bebas yang mendewakan pertumbuhan dan peniadaan segala bentuk regulasi perdagangan nasional sebuah Negara telah menginjak-injak kedaulatan sebuah negeri yang kaya akan sumberdaya ini. Betapa kita ini adalah bangsa yang kebablasan, kemerdekaan ekonomi mandiri di terjemahkan jadi privatisasi, politik untuk kemartabatan diterjemahakan sebagai menipu rakyat dan menjunjung budaya adiluhung diterjemahkan sebagai komersialisasi. Kondisi demikian memang tidak bias di elak karena paham baru yang merupakan penjelmaan paham dari liberalisme (baca : Neo-liberalisme) yang telah merangsek ke dalam kehidupan sehari-hari kita hingga kita harus terduduk pada materialisme dan hedonisme. Adalah Thomas Hobbes (1588-1679) seorang filsuf abad XVII yag berargumen bahwa segala yang dilakukan oleh kita manusia ini ditentukan oleh selera kita dan rasa tidak senang kita. Pendewaan terhadap urusan materi dan kesenangan yang berlebih-lebihan sebagai sumber kebaikan telah menajdi landasan berdiri dan berkembangnya liberalisme.

Gambaran dunia saat ini memang berbeda dengan sejarah jaman sebelum-sebelumnya. Perkembangan teknologi dan tterutama teknologi informasi telah merubah perilaku manusia dalam dunia baru tanpa bvatas. Namun demikian masalahnya, ternyata sebagian kecil orang telah mendominasi dan berkuasa sementara sebagian besar yang lain dalam keadaan tersub-ordinasi dan termarginalisasi.

Pembagian yang tidak adil ini terlihat dari disparitas social ekonomi yang semakin meningkat, berdasarkan laporan PBB 1999 menunjukan bahwa 20^ orang di Negara maju menguasai 86% produk domestic bruto dunia menghasilakan 83% pasar ekspordunia, 68% investasi asing dan 74 % saluran telepon dunia. Rata-rata pendapatan perkapita orang-orang kaya pada tahun 1966 adalaqh 30 kali lipat dari pendapatan kelompok miskin. Pada tahun 1999 perbandingan tersebut menjadi 82 kali lipat. Di Indonesia sendiri, total peredaran uang 70% ada di Jakarta dan 30 % lainnya tersebut ke seluruh pelosok tanah air. Dari total peredaran uang tersebut hanya dikuasai tidak lebih dari 3,5 % jumlah penduduk Indonesia. Menurut Stiijt ( dalam Sunarko : 2005 ) pada tahun 1999, 15 keluarga di Indonesia menguasai kekayaan republic ini.

Tata baru dunia tidak saja ditandai dengan ketimpagan, pihak yang amat kaya para tuan modal capital ini juga menghancurkan Negara sebagai agen distribusi kesejahteraan, Negara kesejahteraan dengan pola barunya di dorong untuk menjamin masyarakat yang tergantung pada perusahaan kapitalis. Pendidikkan, kesehatan dan lingkungan menjadi kapling baru kepentingan akumulasi modal kiapital kapitalisme.

Bagi Indonesia sendiri, kelihatannya kecenderungan yang ada terlihat bahwa, setelah 32 tahun kita hidup di bawah system patron klien Negara-kapitalis (state-led capitalism), orientasi yang ada saat ii hanya mengarah pada system kapitalisme pasar (market-led capitalism). Kalau yang pertama kapitalisme bersekongkol dengan kekuasaan seorang despot, yang kita jalani saat ini sesunguhnya Negara sendiri telah di belengu oleh tuan kapitalis besar.

Solusi Membunuh Kanker Kapitalisme

Berangkat dari kondisi di atas, upaya-upaya apa yang perlu kita lakukan ? Berikut ini adalah contoh-contoh nyata yang disaranan David C Korten yang banyak menulis buku-buku tentang ancaman kapitalisme yang juga belajar dari studi kasus Indonesia untuk membunuh kanker kapitalisme itu.

Akhir dongeng hokum bahwa koperasi berhak memiliki hak-hak orang-orang dan keluarkan koperasi dari partisipasi politik. Laksanakan kampanye reformasi politik yang sunguh-sunguh untuk mengurangi pengaruh uang terhadap politik. Hilangkan kesejahteraan korporasi dengan menghilangkan subsidi langsung dan mengembalikan biaya-biaya eksternal lain melalui permbayaraan biaya dan pajak. Laksanakan mekanisme untuk mengatur koperasi dan kuangangan internasional. Gunakana kebijakan fiscal dan peraturan untuk menjadikan spekulasi uang tidak lagi menguntungkan dan memberikan keuntungan ekonomi kepada perusahaan yang berskala manusia dan dimiliki oleh stokeholdernya

Mari berjuang ! bebaskan negeri ini dari penindasan!. Sebab apa? Sebab musuhnya juga masih sama kalau orde baru kapitalisme itu membawa kuasa sekarang dia datang membawa uang. []

Tidak ada komentar: