3 Juni 2011

Fenomena SMS Gelap: Antara Buah dan Getah

Oleh : Yahya Zakaria

Akhir-akhir ini saya agak tergelitik dengan fenomena SMS gelap kepada SBY yang disinyalir (belum terbukti) dilakukan oleh Nazarudin, salah satu kader terbaik partai Demokrat. Fenomena itu kini terus bergulir, bahkan semakin sulit ditebak akan berakhir dimana, tetapi menurut hemat saya, fenomena tersebut kemungkinan besar akan menguap dengan sendirinya, layaknya gosip-gosip sensasional yang kerap digulirkan oleh artis-artis pendatang baru.

Tidak hanya sampai disini, seorang kader lain, Ramadhan Pohan bahkan semakin memperkeruh suasana dengan melakukan spekulasi lain yang sangat tidak berdasar, yakni menyebut ada oknum berinisial A yang merupakan dalang dari SMS gelap tersebut. Lebih lucunya, Ramadhan semakin membuat rumit dengan menyebut bahwa oknum A merupakan seorang politisi senior yang berasal dari partai lain. Kacau.


Nasi telah menjadi bubur, apa daya, dimakan saja bagaimanapun rasanya. Kini semua terlanjur bergulir. Partai Demokrat yang seharusnya hening, berhati-hati dalam menanggapi SMS gelap malah berkicau, melakukan banyak atraksi. Walhasil, akan banyak yang tersakiti. Saya teringat fenomena pembangunan gedung DPR yang menjadi kontroversial, yakni saat salah satu kader Partai Demokrat, Marzuki Alie menyebut rakyat yang awam tidak layak diikutsertakan dalam pembahasan pembangunan gedung DPR. Dua fenomena ini persis, yakni sama-sama membuat keruh suasana yang telah buram, yang telah kacau dan pada akhirnya menyalahkan banyak pihak, menyakiti masyarakat.

Mungkin dari dua fenomena tersebut cukup mampu memperlihatkan bahwa elit-elit di negeri ini tidak sadar akan efek media massa, yakni semua hal yang telah menjadi pembahasan media massa akan bergulir menjadi opini publik, dibicarakan, digunjingkan. Tidak jauh berbeda dengan dunia maya, jika bergulir maka sulit untuk dihentikan. Terdapat dua kemungkinan dari efek komunikasi massa yang dilakukan elit-elit di negeri ini, yakni melukai banyak pihak hingga akhirnya berdampak kontraproduktif atau membuat kesatuan semakin kokoh di masyarakat. Apa yang menimpa Partai Demokrat justru melukai banyak pihak, sebagai partai berkuasa hingga saat ini, pola komunikasi yang dilakukan akan manghancurkan reputasi partai tersebut lambat laun.

Ada benarnya juga apa yang disebut Yasraf Amir Piliang sebagai sebuah realitas yang berada di menara gading, transpolitika istilahnya, dimana perseteruan elit di negeri ini hanya menyangkut urusan antar elit, tidak menyentuh lapisan masyarakat paling dasar. Realitas antah berantah yang seolah menjadi masalah penting bagi masyarakat luas. Padahal entah masalah apa, masalah siapa.

Komunikasi yang berada diatas, itu-itu saja, membuat masyarakat jenuh. Banyak atraksi, banyak lempar sana-lempar sini, tetapi masyarakat tidak mendapat “buahnya”, hanya kena “getahnya” kata Iwan Fals dalam salah satu liriknya. Rekayasa-rekayasa serta permainan dibalik meja hanya membuat masyarakat memendam murka. Mungkin salah makan, atau salah pendidikan, tetapi penyakit politisi yang kekanak-kanakan sangat sulit disembuhkan.

Ya, sampai kapanpun tidak akan pernah lahir politisi yang matang dan dewasa jika rahimnya (baca: partai politik) saja tidak matang. Rahim mutlak matang, mutlak memiliki sistem yang kuat agar lahir politisi tangguh dan hebat. Sudah bukan zamannya, partai politik hanya bergerak saat mendekati pemilu, tetapi partai harus terus bergerak setiap waktu agar masyarakat tidak dirundung pilu.[]

Tidak ada komentar: