25 Oktober 2010

Birokrasi: Hasrat, Kekuasaan, Kesadaran dan Pertentangan Kelas

Oleh: Wildanshah

Anda harus menjadi pembohong besar dan hipokrit besar manusia berpikir begitu sederhana, dan begitu banyak dikuasai oleh kebutuhan mendesaknya, sehingga orang yang penuh tipu daya akan selalu menemukan banyak orang yang siap ditipu (Machiavelli)

Birokrasi pada negara adalah bentuk kritalisiasi majunya sebuah peradaban masyarakat modern, dalam era modern ini masyarakat modern mengklaim mempunyai banyak hasrat akan kebutuhan, keinginan dan kepentingan agar terpenuhi. Karena itu, Michels menyatakan bahwa birokrasi merupakan kebutuhan bagi negara modern. Seperti halnya Michels, Hegel juga menyatakan bahwa negara merupakan sarana untuk kepentingan umum dimana didefinisikan sebagai suatu kepentingan yang berbeda dari kepentingan yang terpisah dan bersifat khusus dari para anggota masyarakat. Hegel memang beranggapan bahwa cita-cita bertemunya idealisme dan materialisme adalah sebuah Negara, sebagaimana dicatat oleh Tan malaka dalam bukunya yang berjudul madilog.

Dalam hal ini, birokrasi menjadi sebuah mekanisme penampungan kepentingan. Namun disisi lain, birokrasi tidak hanya bebicara tetang tata cara atau menejemen pembagian kerja dan pelaksaan tugas. lebih jauh dari itu, Mosca melihat fenomena birokrasi meliputi relasi kekuasaan dan merumuskannya sebagai teori elit, bisa dikata birokrasi menjadi arena perdebatan kekuasaan. Terlepas dari perdebatan kekuasaan, Menurut Mosca, masyarakat terbagi menjadi dua kelas yaitu: kelas yang berkuasa ( the ruling class) dan kelas yang diperintah (the ruled class). Kelas berkuasa berhak untuk mengatur segala sesuatu dan mengelolaan semua kepentingan untuk dilaksanakan atau tidak dengan memerintah kelas yang di perintahnya. Mekanisme ini terwujud dalam pembagian kerja dan kewenangan elit yang memerintah dan menggaji seperti pemerintahan birokratis yang disampaikan Mosca. Ini yang menjadi titik awal dimana sebuah birokrasi mulai mengalami diorientasi terhadap tujuannya ketika bertemu dengan hasrat kekuasaan.


Hasrat kekuasan dalam birokrasi merujuk pada politics Paul ricoure yang dimana memang ada kedurjanaan dan permainan dalam struktur kekuasaan. Birokrasi dijadikan wahana permainan hasrat kekuasaan, dimana birokrasi mulai berselingkuh dengan politik. Michels pun melukiskan perselikuhan politik dengan birokrasi, bahwa kelas-kelas yang secara politik dominan akan menjaga kedudukan mereka. Adapun kelas menengah yang tidak terjamin akan mencari jaminan dalam perkerjaan. Perilaku tersebut seolah meng-amini mental budak yang sering diistilahkan Nietzsche dan Lacan sebagai mental untuk menyerahkan hasrat dan kebebasan di hadapan hasrat yang lebih kuat demi berharap mendapat belas kasihan. Selain itu, kekuasaan dalam birokrasi pun terlihat seperti pelanggengan kekuasaan, birokrasi menjadi sumber kekuasaan untuk kelas yang dominan, sumber keamanan bagi sebagian besar kelas menengah, namun menjadi sumber penindasan untuk kelas yang termarjinalkan.

Relasi kekuasan dalam birokrasi menunjukan adanya konsentrasi untuk mempertahanakan posisi elit dari pada meningkatkan kepentingan masyarakat, manipulasi, rekayasa, nepotisme, yang terselubung dalam perencanaan program. Memperlihatkan bahwa birokrasi terus-menerus mereproduksi kesenjangan sosial antara bawahan dan struktur kepemimpinan. Reproduksi kesenjangan sosial yang dilakukan birokrasi tidak hanya berbicara pada kesadaran elit untuk melanggengkan kekuasaan. Namun disaat yang bersamaan, kelas yang tersubbordinat pun juga mengalami proses kesadaran yang dibentuk oleh kondisi seperti apa yang disampaikan Marx. Dengan demikian, dalam proses interaksi tersebut setiap individu yang sadar akan posisi kelasnya seperti mengalami proses pembentukan solidaritas organik dengan individu yang mempunyai satu kesamaan juga yakni kepentingan dan kebutuhan kelas yang sama, solidaritas organik akan semakin kuat ketika semua relasi tersebut tertampung sebagai kesadaran kelas.

Meminjam teori kelas Marx, bahwa setiap kelas bertindak sesuai dengan kepentingannya dan kepentingannya ditentukan oleh situasi yang obyektif. Selain itu kesadaran manusia juga di pengaruhi oleh struktur yang mempunyai peran sentral dibandingkan segi kesadaran dan moralitas dari manusia. Teori kelas marx ini berlandaskan pada kacamata konflik dalam membaca realtitas, Dapat dismpulkan bahwa antara kepentingan kelas dengan kelas lainnya mempunyai perbedaan pada tujuan dan kebutuhan mereka, sehingga memunculkan pertentangan dan konflik antar kelas yang berkepentingan.

Pada akhirnya birokrasi menjadi sebuah dualisme yang dilematis, baik sekaligus busuk; humanis sekaligus antihumanis; jujur sekaligus pembohong; membangun sekaligus merobohkan; mempermudah sekaligus mempersulit; membangun karir sekaligus menghambat karier. Seolah-olah birokrasi sedang mengalami scizhofrenia, mengalami pertetangan dalam tubuhnya sendiri, keracunan dengan hasrat, kekuasaan dan masyarakat terbuai dengan ilusi “kebajikan”, sayangnya memang kita masih membutuhkan birokrasi dalam menyelengarakan negara sebagai penampung dan pelaksanaan kebutuhan masyarakat. Akankah masyarakat mampu merobek tirai fatamorgana yang menyelimuti kebobrokan birokrasi hari ini? Sebagai bentuk dari koreksi sosial. []

*) Penulis adalah seorang mahasiswa biasa  jurusan ilmu politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

1 komentar:

Dodi Faedlulloh mengatakan...

Sebagai seorang mahasiswa yang kebetulan berkuliah di jurusan ilmu administrasi negara saya cuma mampu berkomentar, "ya begitulah birokrasi !"

Semana yg diucapkan oleh Marx bahwa eksistensi birokrasi hanya sebagai alat penindasan oleh kelas... yang berkuasa, birokrasi hanya memihak atau merepresentasikan kelas penguasa. Inilah mungkin yg disebut sebagai imperialisme birokratik yg menyebabkan terjadinya alienasi utk melanggengkan dominasi (hegemony)nya. Bila terus menerus demikian hancurkan saja gelas (negara) nya ! biar ramai !