10 Agustus 2010

Koperasi : Menyemai Bibit Inklusifitas

Oleh : Suroto

“Penyelesaiaan mengenai prinsip-prinsip sebagai ciri koperasi atau
Sebagai keharusan bagi kegiatan koperasi tidak ada pengertian lain kecuali melindungi dan memelihara nilai-nilai yang melekat dalam ide koperasi, yang realsasinya menjadi tugas koperasi.”
(Hasselmann, 1968)

Modal Sosial Dalam Koperasi

Membicarakan modal sosial (social capital) pada intinya kita sedang mempelajari bagaimana sebuah masyarakat bekerjasama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama untuk memperbaiki kualitas kehidupan. Bagaimana sebuah masyarakat membentuk pola interaksi antar individu dalam kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari sebuah kelompok adalah merupakan dimensi utama dalam kajian modal sosial. Sebagaimana dinyatakan oleh Fransiscus Fukuyama (1995) modal sosial ini memiliki dimensi yang luas menyangkut segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, dan didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi.


Koperasi, sebagai sebuah gerakan perubahan sosial yang menekankan pada fungsi pembangunan yang berpusat pada manusia (human centre development) sudah barang tentu menjadikan modal sosial ini sebagai sebuah poin penting untuk mencapai tujuan-tujuanya disamping modal material dan modal kultural. Bahkan dapat dikatakan, tidak ada tugas yang lebih penting dari gerakan koperasi ini kecuali memupuk dan mempertinggi arti dari modal sosial ini untuk kepentingan kemajuan peradaban sebuah masyarakat.

Modal sosial yang didorong oleh sikap saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, sikap partisipatif, dan saling percaya dan mempercayai ini juga telah dijalankan oleh koperasi sejak awal mula kelahiranya. Koperasi sebagai gerakan perubahan sosial (social change movement) memiliki tujuan-tujuan penting dan menekankan pelaksanaan prinsip-prinsipnya dalam basis nilai-nilai utama yang penting untuk mempertinggi modal sosial (social capital). Koperasi sejak satu setengah abad silam lebih selalu berusaha untuk memperjuangkan nilai-nilai : menolong diri sendiri, tanggungjawab sendiri,demokrasi, persamaan, keadilan dan solidaritas. Mengikuti tradisi para pendirinya anggota-anggota koperasi menjunjung tinggi nilai-nilai etis dari kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab sosial serta kepedulian terhadap orang lain.

Peranan koperasi ini menjadi semakin strategis karena didalam koperasi tidak hanya menekankan pada aspek-aspek pelaksanaan kebajikan sosial (social virtues) namun lebih itu, sebagaimana telah menjadi ciri gerakan inklusif koperasi, koperasi memiliki peranan penting untuk mengangkat nilai-nilai kebajikan sosial tersebut ke ranah publik (public sphere) yang lebih luas dalam pola jejaring kerjasama lintas suku, agama, ras, golongan, interes politik, maupun stratifikasi sosial apapun. Kaya dan miskin, tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan dapat pengakuan yang sama (equal) dalam konsep keanggotaan yang sukarela dan terbuka (voluntary and open membership) dalam koperasi.

Bisa jadi, berbagai koperasi di berbagai belahan bumi ini keberadaanya tak lepas dari dorongan para politisi, kaum agamawan, tokoh-tokoh masyarakat dan lain sebagainya, namun satu hal yang menjadi ciri khas koperasi adalah bahwa koperasi itu tak dapat diklaim sebagai sebuah gerakan sektarian, primordial atau juga gerakan tidak religius atau atheisme sekalipun, karena klaim sempit demikian telah meruntuhkan dirinya sendiri untuk dapat layak disebut sebagai kopeasi sejati.

Unsur Modal Sosial Dalam Dimensi Praktika Koperasi

Literatur-literatur tentang modal sosial menyebutkan, ada beberapa unsur pokok dalam modal sosial, diantaranya adalah : Partisipasi dalam jaringan, resiprositas (keimbal-balikan), trust (rasa percaya mempercayai), norma-norma sosial, nilai-nilai, dan tindakkan proaktif. Dalam dimensi mikro organisasi, koperasi sebagai organsiasi modern yang berorientasi pada tujuan dibentuk oleh unsur-unsur pokok modal sosial ini.
Sebagaimana telah ditegaskan dalam indentitas koperasi internasional (International Co-operative Identity Statement-ICIS) koperasi adalah merupakan sebuah perkumpulan orang yang otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Dalam praktek, koperasi-koperasi sejati dalam operasionalisasinya dilandaskan pada prinsip-prinsip : keanggotaan sukarela dan terbuka, pengendalian oleh anggota secara demokratis, partisipasi ekonomis anggota, otonomi dan kebebasan, pendidikan-pelatihan dan informasi, kerjasama antar koperasi serta kepedulian terhadap komunitas.

Koperasi-koperasi sejati, dalam upaya mencapai tujuanya selalu diusahakan untuk melakukan penggiatan kesadaran (conciousness) anggota untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai aktifitas organisasi. Jaringan kerja koperasi yang meliputi segala sektor hanya akan efektif bilamana disokong oleh partisipasi aktif para anggota-anggotanya. Suatu organisasi dapat disebut koperasi bilamana didalamnya terdapat peran-peran aktif anggotanya dalam proses bisnis dan sosial, ada peran-peran aktif anggotanya dalam kegiatan pengawasan langsung dan sebagainya-dan sebagainya. Koperasi sejati itu bekerja dalam kerangka efisiensi kolektif (collective efficiency) dari anggota-anggotanya dan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memperluas keanggotaanya tanpa diskriminasi apapun.

Dalam praktek terbaik (best practicies) koperasi diberbagai belahan dunia, efektifitas koperasi untuk membangun kesadaran partisipatif anggota-anggotanya ini lebih banyak ditopang oleh jalur pendidikan koperasi yang tertanam secara masif pada anggota-anggotanya. Setidak-tidaknya mereka musti paham apa yang disebut sebagai organisasi atau perusahaan koperasi, sejarah, nilai-nilai serta prinsip-prinsip utamanya. Koperasi dalam fungsi pendidikanya adalah merupakan “sekolah demokrasi” yang efektif bagi semua.
Dalam sebuah pola hubungan tradisional, bisa jadi sebuah jaringan itu terbentuk oleh suatu dasar kesamaan garis keturunan, pengalaman sosial turun temurun, atau kesamaan kepercayaan dalam sebuah dimensi yang religius. Berbeda dengan koperasi, orientasi koperasi yang menekankan pada aspek pencapaian tujuan bersama membuka diri bagi siapapun untuk turut berpartisipasi dalam koperasi. Inklusifitas koperasi inilah yang pada akhirnya bermakna bagi proses pengkayaan modal sosial yang ada di masyarakat dengan rentang jaringan yang lebih luas.
 
Dalam hubunganya dengan unsur resiprositas/keimbal-balikan, telah menjadi ajaran idiil koperasi dari sejak awal mula untuk saling mempedulikan antar satu anggota dengan anggota yang lain. Berangkat dari perasaan solidaritas diantara orang-orang yang ada didalamnya, koperasi berusaha untuk saling bantu-binantu antar satu dengan lainya. Nilai soldaritas koperasi ini terlihat dalam praktek kehidupan para anggota-anggotanya dalam sebuah prinsip “kamu susah saya bantu dan saya susah kamu bantu”. Sebuah ciri solidarita setara koperasi dan bukan karitas yang mendekte yang banyak dipraktekkan oleh korporasi atau lembaga-lembaga karitas. Dalam operasionalisasinya, bentuk kepedulian ini adalah inheren dalam aktivitas koperasi. Salah satunya yang dapat kita lihat sebagai perbedaan yang nyata adalah bahwa bisnis dalam koperasi itu adalah merupakan bentuk pelaksanaan tanggungjawab sosial dan bukan sebagai entitas yang terpisah sebagaimana dapat kita lihat dalam model proyek tanggungjawab korporasi (corporat social responsibility) dalam perusahaan yang kapitalistik saat ini.

Dalam kaitanya dengan unsur trust atau sikap saling percaya mempercayai ini terlihat sangat nyata dalam praktek koperasi. Terutama sekali dapat kita lihat dari praktek para anggota-anggota koperasi kredit (credit union) yang juga diartikan sebagai “persatuan kepercayaan” ini. Dalam konsep koperasi kredit yang anggotanya telah mencapai 177 juta orang diseluruh dunia ini dalam praktek selalu mengedepankan “kepercayaan pada orang lain” ketimbang sebuah dasar atas jaminan atau “boroug”. Koperasi selalu mengedepankan sisi kepercayaan pada seseorang, sehingga seseorang tersebut diharapkan selalu berusaha untuk mencapai sebuah capaian untuk meningkatakan kapasitas dirinya agar selalu memiliki karakter “untuk dipercaya”. Oleh karena itu, dalam kehidupan perkoperasian, seseorang itu tidak hanya bisa dipercaya, tapi dalam sistem kopeasi seseorang itu juga dituntut untuk menunjukkan sikap-sikap yang terpercaya.

Kesimpulan

Modal sosial dikoperasi adalah merupakan modal utama dan keberadaanya adalah merupakan alasan adanya (raison d’etre) koperasi. Dalam posisinya yang kunci ini, maka ada suatu keharusan bagi sebuah organisasi koperasi untuk terus meningkatkan modal sosial yang ada didalamnya. Dalam kaitanya, sebuah koperasi hanya akan berhasil masif dan efektif apabila menjadikan organisasinya untuk berorientasi keluar (outward looking) dalam membangun jaringannya.

*) Penulis adalah aktivis koperasi, direktur INSKOP (Institute Sosial Ekonomi dan Koperasi, Ketua LSP2I (Lembaga Studi Pengembangan Perkoprasian Indonesia)

Tidak ada komentar: