21 Mei 2011

Tulisan Lepas Kendali = Globalisasi?

Oleh : Henrikus Setya Adi Pratama

Globaliasi, sebuah kata yang sekarang sering kita dengar baik dalam kuliah, diskusi, bahkan sampai sebuah pidato kenegaraan. Sampai saat ini istilah itu tidak diketahui dari mana datangnya, namun sangat biasa kita mendengarnya. Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang terjadi pada masa sekarang, globalisasi merupakan sebuah pola kehidupan yang kita jalani. Perkembangan teknologi, pengetahuan, dan banyak elemen lain dari kehidupan kita tidak lepas dari pengaruh globalisasi. 

Globalisasi bukanlah sesuatu yang sepele, saat ini kita hidup dalam dunia transformasi yang mempengaruhi setiap aspek dari apa yang kita lakukan. Tidak tahu ini buruk atau baik, tapi kita terus didorong dalam tatanan global yang sebenarnya kita tidak memahami sepenuhnya. Namun dampak dari ini semua dapat kita rasakan dengan nyata. Sampai saat ini banyak kelompok-kelompok yang memperdebatkan apa itu globalisasi. Kaum skeptis misalnya, menurut mereka globalisasi hanya sebuah omong kosong. Apapun yang ditimbulkan baik atau buruknya tidak begitu berbeda, bahkan ekonomi global yang berkembang dirasa hanya melanjutkan perkembangan yang pernah terjadi para periode sebelumnya. Sementara menurut kaum radikal berpendapat bahwa globalisasi tidak hanya sangat riil, tetapi konsekuensinya dapat kita rasakan di mana pun. Pasar global jauh berkembang apabila dibandingkan dengan tahun 1960an dan 1970an, serta mengabaikan batas-batas negara. Sebagai mana dikatakan oleh penulis bisni asal jepang, Kenichi Ohmae, era negara bangsa telah berakhir dan saat ini telah menjadi sekadar ‘rekaan’.


Runtuhnya negara adidaya kedua setelah Amerika yang pada saat itu sangat menentang konsep demokrasi. Negara Komunis terbesar di dunia Uni Soviet, salah satu negara yang pada masa itu sangat disegani karena merupakan oposisi terberat dari Amerika dengan liberalisme dan demokrasinya selama 40 tahun. Pada masa setelah Revolusi Oktober 1917 Uni Soviet berhasil mendudukkan kekuasaannya sepertiga dari umat manusia serta menjadi pusat Komunisme internasional. Berkat pemikiran tajam Lenin, disertai keberaniannya mengambil tindakan apapun asal terjadinya sebuah revolusi Uni Soviet tidak akan pernah terwujud. Berdasarkan klaim Karl Marx yang telah menemukan hukum-hukum perkembangan masyarakat serta membuka rahasia perekonomian kapitalis, yaitu bahwa karena kontradiksi-kontradiksi internalnya sendiri kapitalisme akan melahirkan proletariat, kelas yang dipanggil oleh sejarah untuk mematahkannya dan menciptakan masyarakat sosialis, sedangkan Leninlah yang merancang strategi dan taktik bagaimana proletariat secara nyata dapat melaksanakan tugas historisnya itu. Hanya karena Lenin, Marxisme menjadi kekuatan abad ke-20 yang bernama gerakan komunis. Karena itu , betul-betul merupakan bapak Uni Soviet dan bapak Komunisme internasional, dan para ideolog Soviet tidak keliru waktu menamakan ideologi Komunisme sebagai Marxisme-Leninisme. Namun kini Uni Soviet onar terpecah dan tanpa bunyi serta hancur berkeping-keping dan menghilang dari sejarah. Peristiwa yang hamper tidak diantisipasi sama sekali itu didahului dua tahun sebelumnya oleh keruntuhan tak kurang mendadak kekuasaan komunis dalam semua negara satelit Uni Soviet di Eropa Timur yang disusul bubarnya Pakta Warsawa. Berakhirlah dengan demikian sebuah eksperimen sosial paling menyeluruh yang pernah dicoba di bumi ini dan menunjukan sebuah kemenangan demokrasi barat Amerika dan sekutunya tepat pada akhir tahun 1991. 

Pendirian PBB yang dipelopori oleh negara-negara pemenang perang dunia II saat itu. Mereka memiliki tujuan utama (yang tak ternah di ungkap secara gambling) agar semua bekas daerah jajahannya tidak lepas dari tangan mereka melalui pendirian lembaga ini yang dipelopori oleh presiden Amerika F.D. Rossevelt. Dengan runtuhnya komunisme Soviet, pergerakan liberalisme yang terjadi besar-besar di seluruh penjuru dunia yang dibawa melalui semangat demokrasi memaksa negara-negara dunia ketiga menjadi subordinat dari penjajah era baru negara-negara Eropa. Semangat yang ditularkan melalui demokrasi akhirnya berdampak pada liberalisasi ekonomi di tahap awalnya yang sudah kita kenal dengan nama kapitalisme, dimana negara-negara ketiga menjadi bagian dari pembangunan Eropa melalui investasi yang di kucurkan dan bantuan tanpa henti, yang kemudian dengan itulah mereka mulai memasuki sendi-sendi kehidupan negara yang pada masa itu telah berdaulat dan merdeka. Dimasa inilah penjajahan baru dimulai, aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan aspek lainnya tak pernah lepas dari intervensi lembaga-lembaga dunia tersebut. Hal ini terbukti dengan didirikannya lembaga-lembaga underbow dari PBB yang secara khusus menangani negara dunia ketiga. Adanya penyatuan mata uang uang dunia melalui dollar Amerika semakin menunjukkan bahwa keengganan negara Eropa melepaskan daerah jajahannya. Disertai dengan lembaga seperti World Bank, IMF, UNDP, UNESCO, dll yang sengaja diturunkan untuk terjun langsung memantau negara dunia ketiga dengan berbagai program-program kemanusiaan, pendidikan, pertanian, pangan, dll. Munculnya kategorisasi yang dikeluarkan World Bank untuk memberikan indikator sebuah negara (Negara Miskin, Negara Berkembang, Negara Maju), dengan indikator pendapatan perkapita yang diukur dengan dollar. Langkah-langkah inilah yang disebut dengan pembentukan Imperialisme, dan dapat menunjukkan kenapa globalisasi dapat berkembang sampai sejauh ini. Beserta fakta-fakta lain yang dikemukakan oleh para ilmuwan mengenai globalisasi yang saat ini terus bergulir tanpa ada control yang berarti, terlihat seperti mobil besar (Judgernaunt/Monster Truck) yang berjalan tanpa pengendara. 

Dari semua pandangan dan data-data tersebut pada akhirnya membuat sebuah pertanyaan besar. Apakah globalisasi itu? apakah faktor-faktor itu mempengaruhi adanya globalisasi? Lalu bagaimana cara kerja globalisasi? Dan masih banyak pertanyaan yang nantinya akan muncul.

Seperti yang dikata Anthony Giddens bahwa dunia kita saat ini tengah lepas kendali ( Runaway World ) dimana sudah tidak ada lagi batasan antara ruang dan waktu, yang pada masa sekarang hingga merombak segala aspek kehidupan kita. Inilah perubahan revolusioner pada kehidupan kita, negara-bangsa seperti di Indonesia memang masih berpengaruh dan para pemimpin politik mempunyai peran besar untuk berkiprah di tingkat dunia. Namun, pada waktu yang bersamaan, negara-bangsa sedang dibentuk ulang di depan mata kita. Kebijakan ekonomi nasional tidak bisa seefektif sebelumnya. Yang lebih penting, bangsa-bangsa harus menentukan dan memikirkan kembali identitasnya saat ini. Bentuk geopolitik lama telah menjadi usang, meski masih merupakan perdebatan.

Pada saat ini bangsa-bangsa lebih menghadapi risiko dan bahaya ketimbang musuh. Inipun berlaku pada apapun yang nantinya kita lihat. Kita berbicara seloah-olah bangsa, keluarga, kerja, tradisi, alam dan hal lainya terasa sama seperti masa lalu. Namun itu terlihat pada kulit luarnya saja dan akan terlihat berbeda di dalam. Globalisasi membuat perubahan dengan menghimpun berbagai muatan, perubahan ini menciptakan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akhirnya muncullah sebuah faham fundamentalisme yang cenderung menekankan sebuah kemurnian dengan doktrin yang telah dibentuk, bukan karena untuk memisahkan kepada tradisi yang berputar secaa global. Melaikan merupakan sebuah penolakan atau resistensi terhadap sebuah model kebenaran yang berkaitan dengan keterlibatan ide-ide secara dialogis dalam wilayah publik. Muncullah fundamentalisme agama, keluarga, gender dan etnisitas yang dirasa ini menjadi sebuah bahaya di masa masyarakat kosmopolitan global ini. 

Pada akhirnya yang tidak sanggup menyeseuaikan akan memunculkan sebuah fundamentalisme untuk menjaga tradisi dengan cara yang mereka yakini sebagai suatu kebenaran dari dunia yang tradisi-tradisinya hancur tergilas oleh arus globalisasi, menimbulkan resistensi dan penolakan-penolakan dengan mengangkat tradisi-tradisi yang mereka pegang teguh meskipun zaman sudah berputar dan berganti sedemikian derastisnya. Tradisi-tradisi yang mengelami penolakan akhirnya mencoba untuk berkonfrontasi dengan perubahan yang berputar disekitar mereka, menjadikan kesadaran untuk memperjuangan tradisi tersebut menjadi semakin kuat diantara individu-individu menjadi solidaritas kelompok yang menentang perubahan dengan mempertahankan identitas lamanya. Pada akhirnya hanya kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, apakah mereka yang berpegang tradisi yang diperjuangkan itu lalu menolak perubahan sehingga mereka menjadi berkonflik? Atau mereka dengan senang hati menerima perubahan dengan tidak menghilangkan tradisi yang telah lama diperjuangkan melalui pembaharuan tradisi?

Masyarakat kosmopolitan global dan kita adalah generasinya yang hidup dalam masyarakat ini. Tatanan global ini muncul dengan model yang tidak teratur, masyarakat saat ini mengalami banyak ancaman, tidak tenang atau terjamin, namun penuh dengan kegelisahan. Cengkraman yang kekuatanya melampaui kemampuan kita, apakah kita dapat memaksakan kembali kehendak kita terhadapnya? Segala sesuatunya masih mungkin untuk dilakukan bukan karena kita tidak mampu menghadapinya. “Ketidakberdayaan yang kita alami bukanlah tanda kelemahan pribadi, melainkan merefleksikan ketidakmampuan lembaga-lembaga kita. Kita perlu merekonstruksi lembaga yang kita milik atau menciptakan yang baru” (Anthony Giddens : Runaway World).

Mungkin tulisan ini tidak dapat merepresentasikan apa yang kita alami saat ini, dan apa itu globalisasi. Pada akhirnya tulisan-tulisan inipun terkena dampak globalisasi yang membuat tulisan ini menjadi lepas kendali. Karena globalisasi ternyata sudah merasuk ke setiap lini kehidupan kita di masa sekarang. Namun yakinlah bahwa segala sesuatunya bisa diperbaiki dan dirubah. Tetapi untuk sekarang inilah cara hidup kita yang harus dijalani. Selanjutnya terserah bagaimana memadang globalisasi yang tengah kita jalani ini !!. []

*) Penulis adalah akademisi, tinggal di Purwokerto.

Tidak ada komentar: