6 Agustus 2010

Mendambakan Pendidikan Gratis : Belajar dari Jembrana

Oleh : Dodi Faedlulloh

Membicarakan problematika pendidikan di Indonesia tidak bisa lepas dan selalu dipenuhi dengan kontroversi. Dari wacana pendidikan gratis ataupun pendidikan murah terus digembar-gemborkan, namun sayangnya kebanyakan hanyalah dalam tataran wacana saja.

Pendidikan dengan ruang lingkup yang luas secara terus menerus dikaji dan diperdebatkan. Dari hal kualitas sampai dengan “harga” terus menerus diperdebatkan. Berbagai macam peraturan dan perundang-undangan hadir mengenai pendidikan di Indonesia. Padahal seiring waktu perubahan terjadi dimana-mana, tantangan global adalah suatu keniscayaan dalam konteks kekinian, oleh karena itu pendidikan sebagai salah satu bentuk cara dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus terus ditingkatkan guna mengadaptasi perubahan situasi dan kondisi yang selalu mengalami perubahan secara dinamis.

Dalam Pembukaan UUD 1945 telah diamanatkan agar Pemerintah Negara Republik Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Para pendiri bangsa sadar bahwa untuk mencapai tujuan negara tersebut sektor pendidikan menjadi prioritas utama. Kesadaran dari para pendiri bangsa patutnya kita lanjutkan dengan mengemas sedemikian rupa disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada saat ini. Namun permasalahannya kini tidak hanya sekedar masalah “pengemasan” justru hal-hal yang sejatinya bersifat mendasar yakni : akses pendidikan.

Berbagai problematika muncul dan terus membebani dunia pendidikan nasional kita. Mulai dari sarana pendidikan yang kondisinya memprihatinkan sampai masalah mutu pendidikan yang masih rendah. Secara komparatif mutu pendidikan nasional kita masih kalah bersaing jika dibandingkan dengan mutu pendidikan negara-negara lain.

Diantara sekian banyaknya permasalahan yang menyerang sektor pendidikan di Indonesia adalah lemahnya kemampuan masyarakat dalam membiayai pendidikan. Hal ini memang suatu kewajaran dan pemandangan yang sudah dianggap biasa di Indonesia. Namun sayang, yang dianggap biasa ini justru berdampak besar terhadap keberlanjutan pembangunan di Indonesia. Bagaimana tidak, dengan ketidak-mampuan masyarakat mengakses pendidikan karena faktor lemahnya ekonomi ini menyebabkan kebodohan dan keterbelakangan yang terus meraja lela di bumi pertiwi. Secara tidak langsung keberlangsungan pembangunan di Indonesia akan terhambat karena tak ada regenerasi yang baik sebagai penerus pembangunan di Indonesia.

Diantara polemik tentang pendidikan, muncul satu nama kabupaten yang kini banyak dikenal oleh masyarakat luas, yakni Jembrana. Program yang diusung oleh Kabupaten Jembrana ini adalah pendidikan bersubsidi. Pada asal muasalnya pendidikan bersubsidi terus menjadi kajian kontroversi. Namun Kabupaten Jembrana, Bali ternyata sukses besar dalam menerapkan pola pendidikan bersubsidi di kalangan siswa-siswinya, baik di tingkat SD maupun SMP. Yang jelas, kunci keberhasilan tersebut pada akhirnya terletak pada peran aktif pemerintah kabupaten setempat dalam mendukung dan membantu agar kegiatan belajar-mengajar tersebut berjalan lancar, tanpa harus menarik biaya pendidikan dari kalangan yang tidak mampu.

Bidang pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan di Kabupaten Jembrana. Ini yang patutnya dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya di Indonesia. Pemerintah Kabupaten Jembrana menyadari bahwa investasi sumber daya manusia adalah investasi jangka panjang yang akan melanjutkan pembangunan di Kabupaten Jembrana. Kegagalan pendidikan dapat menyebabkan keterbelakangan dan keterpurukan sehingga terancam kehilangan sebuah generasi (lost generation).

Untuk mengarahkan pembangunan termasuk pembangunan pendidikan di Kabupaten Jembrana, Pemerintah Kabupaten Jembrana merumuskannya dalam sebuah Visi Kabupaten Jembrana sebagai berikut “terwujudnya masyarakat Jembrana yang bahagia dan sejahtera, berkeadilan dan berbudaya yang dilandasi iman dan taqwa serta didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berkualitas serta memiliki semangat Mekepung untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

Dinas Pendidikan Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jembrana yang bersentuhan langsung dengan pembangunan pendidikan di Kabupaten Jembrana, memiliki visi dinas yang merupakan penjabaran dari visi kabupaten menjadi landasan operasional dalam pembangunan pendidikan. Adapun Visi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut “terwujudnya pendidikan yang berbudaya, merata, bermutu, efektif dan efisien serta relevan dengan kebutuhan masyarakat”.

Sampai saat ini Bupati Jembrana, I Gede Winasa menerapkan kebijakan pendidikan bersubsidi bagi warganya. Dampaknya terhadap pelaksanaan pendidikan tingkat dasar dan menengah di wilayah berpenduduk 250 ribu orang itu sungguh luar biasa. Selain mampu menekan angka putus sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan, kebijakan itu juga menimbulkan kebiasaan baru di kalangan sekolah untuk membuat rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) yang lebih terencana, efektif dan efisien.

Komitmen Pemimpin

Pada awalnya pendidikan bersubsidi sempat memunculkan kontoversi. Namun pada akhirnya Kabupaten Jembrana, Bali sukses membuktikan bahwa pola pendidikan bersubsidi ini bisa diterapkan dan bukan hanya sebuah kebijakan populis yang hanya akan menguntungkan posisi bupati kepala daerah (I Gede Winasa) agar lebih popular di mata masyarakat

Kunci keberhasilan tersebut tiada lain terletak pada peran aktif pemerintah kabupaten setempat dalam mendukung dan membantu agar kegiatan belajar-mengajar tersebut berjalan lancar, tanpa harus menarik biaya pendidikan dari kalangan yang tidak mampu.

Kabupaten Jembrana merupakan satu- satunya daerah di Indonesia yang berani membebaskan sekolah negeri dari semua bentuk pungutan. Di lain tempat pemerintah pusat dan sejumlah kepala daerah sering berkoar-koar telah membebaskan seluruh siswa dari SPP. Realitanya justru sebaliknya. SPP dihapus, tetapi pungutan bertambah. Akibatnya banyak sekolah negeri yang saat ini memasang tarif jauh lebih mahal dibandingkan sekolah swasta. Dampak ikutannya sudah pasti. Akses masyarakat miskin terhadap pendidikan makin tertutup.

Pendidikan gratis bukanlah hal yang mustahil. Andai kata semua pemimpin di Indonesia mempunyai kemauan dan komitmen yang kuat, pendidikan gratis bukanlah suatu hal yang utopis, setidaknya ini telah dicontohkan oleh pemerintah daerah Jembrana. Ada baiknya para pemimpin daerah segera menghilangkan egosentirsmenya, lihatlah satu bukti nyata. Jembrana yang dulunya hanyalah daerah kecil namun kini telah mampu membuktikan diri bahwa pemerintah seharusnya mampu memberikan pelayanan pendidikan kepada warganya, bukan justru dikomersialisasikan.

Satu kata yang menjadi hal penting disini : komitmen pemimpin. Di Jembrana ada sesosok I Gede Winarsa yang menjadi seorang pemimpin dengan komitmen nilai yang tinggi. “Kalau mau pasti bisa”, itu jargon yang selalu dikumandangkan olehnya. Hebat memang, harus ada sesosok pemimpin yang demikian, yang benar-benar peduli dan memperhatikan warganya. Jadi kini, kalau Jembrana bisa kenapa yang tidak bisa ? []

*) Penulis adalah  pengelola Jurnal Kolektif. Pegiat Koperasi , tinggal di Tasikmalaya

Tidak ada komentar: